GOOD NIGHT JAKARTA (novel ketiga)
GOOD NIGHT JAKARTA
Diseberang jalan dekat bandara terlihat seseorang yang sedang menunggu sesuatu. Malam ini angin bertiup kenjang. Udara dingin menyelimuti kota metropolitan yang sarak dengan kemewahan dan kemiskinananya. Gadis setengah telanjang itu berdiri merangkul lelaki hidung belang yang baru ia temui satu jam yang lalu. Sementara itu pria diseberang jalan yang terus menggenggam ponselnya hanya menunggu dan berharap malam akan segera berakhir. Pukul 12 malam tadi ia baru saja tiba dari negeri paman sam. Ia bingung harus bagaimana, malam-malam begini mana mungkin ada taksi atau angkutan umum untuk mengantarkannya pulang kerumah. Lalu ia menelpon orang rumah dan meminta mereka menjemputnya, tetapi jawaban yang ia dapat mengharuskannya menginap dihotel untuk semalam.
“hhh...” ia menghembuskan nafasnya setelah menutup telepon.
Tapi ia memutuskan untuk tidak menginap dihotel. Ia pikir ini kesempatan langka melihat indahnya malam di kota jakarta yang sudah lama sekali ia tinggalkan. Langkanya kesempatan itu membuatnya harus mampu bertahan dari dinginnya malam. Para PSK dan waria terus menggodanya sejak tadi dan para gelandangan yang terus menatapnya dengan pandangan aneh dan berharap mereka mendapat sedikit uang dari saku pria itu. Tapi walau pun begitu ia sangat menikmatinya. Sesekali ia menghirup dalam-dalam udara malam ini dan menghembuskannya dengan lega. Malam mulai menyingkir Dari tempatnya dan bertukar posisi dengan fajar. Perasaan pria berkaca mata itu kini sedikit tenang karena para pekerja malam itu mulai pergi meninggalkan malam sang jakarta dengan bergantinya hari. Dalam hatinya ia berdoa agar kelak makhluk malam yang ia temui itu akan sadar dan bertaubat kepada sang khalik dan gelandangan-gelandangan yang malas itu akan segera berbuat sesuatu yang baik. Bagaimana pun juga hal yang mereka lakukan sekarang itu sangat dibenci tuhan dan hanya akan merusak tempat yang mereka pakai untuk mencari uang. Akhirnya selama kurang lebih empat jam ia menunggu, pria itu pun bertemu dengan orang yang ia tungggu-tunggu. Sekarang malam benar-benar menyingikir Dari kota jakarta. Terlihat lalu lalang mobil yang mondar-mandir melintasi jalan raya. Jalan yang semalam ramai dengan wanita penghibur dalam hitungan menit telah disulap menjadi kota yang akan sangat sibuk untuk seharian penuh.
Setelah beberapa menit ia menghirup udara pagi kota yang sangat ia cintai, pria yang sudah setia menunggu adiknya untuk menjemput, akhirnya memasuki mobil sedan hitam yang ada di depannya.
Pria yang kerap disapa dengan nama ‘jo’ menatap langit yang mulai terang. Dalam tatapannya ia melihat sebuah ruang gelap yang mulai terisi dengan cahaya lampu petromak yang paling terang. Masa depan sudah menunggunya dan kini ia hanya perlu menata sedemikian rupa hingga menjadi sebuah ruang yang benar-benar layak untuk ditempati.
“are you ok, jo?” tanya ben pada kakaknya yang masih terus memandangi langit Dari dalam jendela mobil.
“do you think I’m crazy?” jo balik bertanya pada adiknya. Ben hanya tersenyum mendengar ucapan kakaknya.
Dalam hatinya ben mengucapkan,”yes, lu kakak gue yang paling gila”. Dari dulu kakak beradik ini selalu kompak dan tidak pernah bertengkar seperti orang lain kebanyakan. Mereka berdua saling mengerti satu sama lain. Jika ben ada masalah jo akan datang sebagai juru selamat. Begitu pun sebaliknya dengan jo.
Setelah menyalakan mesin, ben segera menjalankan mobilnya menuju rumah mereka yang ada didaerah bintaro. Dalam perjalanan jo hanya memandangi jalan-jalan disekitar. Ia masih mengira kalau keberadaannya dijakarta hanya mimpi. Selama lima tahun jo meninggalkan jakarta untuk meneruskan sekolah S1 nya di USA. Ini pertama kalinya jo mengunjungi jakarta setelah kepindahannya ke luar negeri. Rasa rindu dengan tanah air sangat dirasakan jo. Kenangan-kenangan saat masih tinggal dijakarta membuatnya meneteskan air mata. Jo begitu terharu saat melewati monas. Dulu saat masih sekolah dibangku SMA jo dan teman-temannya sering bermain skater dan sepeda disana. Atau hanya sekedar berkeliling jakarta saat malam minggu atau berkencan dengan teman wanita sambil duduk ditaman dekat monas. Teringat dengan teman-temannya, ia baru sadar kalau mereka semua sudah tidak tinggal dijakarta. Teman-temannya sama nasibnya dengan jo. Masing-masing meneruskan sekolah di luar negeri dan kebanyakan diantara mereka bekerja dan menetap disana. Jadi kemungkinan untuk bereunian atau bernostalgia sangat kecil. Mungkin jo hanya bisa bertemu dengan satu sahabatnya yang tinggal diBandung. Satu-satunya sahabat jo yang tidak bekerja diluar negeri. Namanya anwar. Diantara tiga temannya, hanya anwar yang paling dekat dengannya. Sambil mengusap air mata, jo mencari nomor telepon anwar.
Tidak sengaja ben melihat kakaknya mengusap air mata. Ben heran dan tertawa kecut.
“lu nangis jo?” tanya ben sambil terus menyetir.
Jo agak malu ben bertanya seperti itu.
“gue kangen sama jakarta” sangat singkat tetapi cukup memberi jawaban untuk ben.
Ben menepuk pundak jo, mencoba untuk meringankan rasa haru nya.
“tenang jo, sekarang jakarta lu udah didepan mata. Kalo lu mau, lu bisa teriak dan bilang kesemua orang lu cinta jakarta” ucapan ben membuat jo semangat. Sarannya untuk mengungkapakan kerinduannya akan jakarta dengan berteriak, menggugah hatinya.
Tanpa memberitahukan ben, jo langsung membuka jendela mobil. Beberapa detik setelah membuka kaca jendela, jo mengeluarkan kepala dan setengah bandannya keluar mobil dengan tersenyum lebar.
“ GUE...CINTA...JAKARTA...AARRGGHHHKKKK...” teriakan jo membuat semua pengendara melihat kearahnya dengan wajah terheran-heran dengan tingkah lakunya.
Untungnya jalanan masih sepi tidak terlalu banyak kendaraan yang melintas sehingga tidak terlalu bahaya untuk jo mengeluarkan setengah badannya. Setelah melakukan aksinya jo kembali memasukan tubuhnya kedalam mobil. Jo merasa sangat puas sudah meluapkan kerinduannya meskipun hanya dengan berteriak dan mengatakan ia cinta jakarta. Ben, ikut-ikutan senang. Ia tidak menyangka jo akan melakukan saran yang ia lontarkan padahal itu hanya gurauan saja. Ben juga tidak menyangka dengan teriakan jo. Sama seperti dulu, teriakan jo masih terdengar nyaring seperti teriakan anak perempuan.
“sadeeesss jo...” ucap ben sambil menoyol sedikit kepala kakaknya.
“gila, teriakan lo masih sama kayak dulu. Nyaring. Kayak anak cewek. Ha ha ha...” lanjut ben.
Dan keduanya tertawa bersama. Mungkin jika orang lain tau bagaimana saat jo dan ben sedang berdua akan merasa iri dengan mereka. Tidak heran jika orang lain iri karena mereka berdua adalah kakak beradik yang paling akrab. Apalagi jika sedang berurusan dengan perempuan. Jo yang pemalu pada setiap perempuan akan terbantu dengan adanya ben disampingnya. Untuk soal hati dan cinta ben-lah pakarnya. Saat itu posisi mereka akan bertukar. Jo menjadi adik dan ben menjadi kakak.
Jo tidak pernah menyangka hal ini akan terjadi. Ini adalah sejarah dalam hidupnya dimana ia benar-benar bisa merasakan kecintaannya pada tanah air.
Melihat senyum yang terpancar dari kakaknya, ben merasa kebahagian akan segera datang pada mereka.
Entah kata-kata apa yang akan diucapkan jo ketika sesampainya dirumah. Mungkin ia akan menangis dan tak berkata apa-apa. Jo rindu sekali dengan ibunya, satu-satunya orang tua yang ia miliki. Jo sayang sekali dengan ibunya, bahkan saat ia mendapatkan beasiswa ke Amerika, ia kebingungan apakah akan mengambil beasiswa tersebut sebab ia harus memilih antara sekolah diluar negeri atau ibunya. Tapi berkat motivasi sang ibu, akhirnya jo memutuskan untuk mengambil beasiswa itu. Ibunya ingin sekali melihat jo berhasil dan harapan itu membuat jo terdorong untuk berbuat sesuatu yang dapat membanggakan orang tuanya.
Satu jam perjalanan terasa begitu lama, jo sudah tak sabar ingin sampai tiba dirumah. Berkali-kali ia hendak menelpon ibunya tapi selalu dicegah oleh ben.
“jangan jo, kita bikin sureprise buat nyokap. Gimana sih lo”, ucap ben dengan tegas.
Jo hanya bisa menghelas nafas. Ia merasa sedikit bosan berada di dalam mobil. Ben sedang serius mengendarai mobil, jo tidak mau membuyarkan konsentrasinya. Takut kejadian 4 tahun lalu saat ben dan dirinya mengendarai sepeda motor. Karena mengendarai dengan tertawa dan bercand, tak sengaja ia menabrak mobil sedan yang lewat di depannya. Mereka berdua luka parah, terutama jo. Ia mendapati patah tulang kaki di sebelah kiri. Dan semenjak kejadian itu ibunya selalu berpesan agar tenang saat berkemudi supaya tidak terulang lagi kecelakaan itu.
Ketika sedang mengingat-ingat kejadian itu, tiba-tiba ia terfikir untuk menyalakan radio. Kemudian jo menekan tombol on dan mengutak-atik tunner radio sambil mengingat-ingat frekuensi radio kesayangannya.
“seratus dua komaaa....koma berapa yah? Berapa yah? Cckk...lupa lagi. Seratus dua koma...”, jo mencoba mengingat.
“prambors itu seratus dua koma dua fm”, ucap ben sambil terus mengemudi.
“naaah...iye tuh, seratus dua koma dua fm. Huh, untung lo inget. Haha...udah lama gue gak dengerin tuh radio”, kata jo sedikit curhat. Lalu ia langsung mengganti frekuensi 102,2 fm.
“lah, emang di sana gak ada internet apa?”, tanya ben meledek.
“pasti ada lah, Cuma gue nya aja yang sibuk. Sibuk ngurusin skripsi. Jadi kalo gue connect, biasanya udah gak kepikiran apa-apa lagi kecuali nyari bahan di internet.” Jelas jo panjang lebar.
Open up your eyes then you realize
Here i stand with my everlasting love
“need you by my side, girl to be my pride, never be denied everlasting love...”, jo ikut bernyanyi ketika mendengar lagu itu. Ia juga teringat sesuatu begitu mulai menyanyikan lagu itu. ia teringat saat masa-masa SMU dulu. Saat ia masih memiliki pacar yang bernama kikan. Kikan suka sekali dengan jamie cullum. Apalagi lagunya yang berjudul everlasting love.
“L, kamu tau gak? Aku suka banget sama everlasting love nya jamie cullum. Keren banget. Kamu udah pernah denger?”, jo ingat kikan pernah berkata seperti itu padanya. Dan ada hal yang menarik saat mereka pacaran dulu. Mereka memiliki sebutan sayang yang aneh. Biasanya orang-orang memanggil pacarnya dengan sebutan cinta, sayang, beib atau lainnya. Tapi mereka lain, jo memiliki sebutan L dan kikan M. L untuk lutung dan M untuk monyet. Terdengar sangat aneh memang tetapi untuk mereka, itu adalah sebutan yang bagus.
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home